Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru Bukanlah Seorang Loper Koran

Pada zaman era teknologi ini (pendidikan 4.0), seorang guru dituntut agar bisa melek teknologi. Bukan hanya sekadar bisa ketik-mengetik saja, melainkan paham betul dengan berbagai aplikasi dan media yang digandrungi kawula muda (red: siswa masa sekarang). Terlebih lagi, pada masa pembelajaran daring (belajar dari rumah) seperti ini. 

Logo PGRI

Pada kegiatan pembelajaran daring, teknologi memiliki peran penting untuk memajukan pendidikan saat ini. Guru mulai saling berlomba-lomba untuk berkreasi dan berinovasi dalam pembuatan media pembelajaran supaya bisa menjadi menyenangkan.

Baca juga: Cara Menulis Huruf Kapital

Kegiatan pembelajaran jika hanya sekadar membagikan materi (ringkasan bahan ajar) tentunya siswa akan merasa bosan. Terkadang, malah sebagian siswa tak membaca isi ringkasan materi itu. Hal tersebut terjadi karena kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Jika hanya sekadar membagikan materi yang diambil atau disalin dari buku ajar, blog/web, atau youtube dari orang lain, lantas apa perbedaan guru dan seorang loper koran? Seorang loper koran hanya bertugas menghabiskan dagangannya dengan cara menjual ke masyarakat tanpa peduli koran tersebut dibaca apa tidak, asal koran habis dianggap tugas selesai. 

Lantas, apa yang diperlukan agar seorang guru tak seperti seorang loper koran?

Kuncinya hanya satu, yakni melek teknologi. Guru harus bisa mengoperasikan berbagai media/aplikasi. Salah satunya melalui blog. Dengan menggunakan blog, siswa akan lebih tertarik dari pada hanya membagikan materi dalam bentuk word/pdf pada grup pembelajaran. Terlebih lagi, jika dalam blog tersebut terdapat beberapa  fitur yang memudahkan siswa untuk dibaca. Dalam sebuah blog juga dapat dilampirkan sebuah video, video dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran bagi siswa yang lebih suka belajar secara visual dari pada pembaca. Untuk belajar perihal blog, guru dapat belajar dan bergabung di Guru Penggerak Indonesia

Logo KOGTIK

Ketika membuat bahan ajar untuk kegiatan daring, guru harus memahami dan memperkirakan bahwa materi/tugas yang disampaikan kepada siswa melampaui batas atau tidak. Guru sejenak harus berpikir, “Kira-kira materi ini dapat dipahami siswa dengan mudah apa tidak, ya?” atau “Media pembelajaran yang saya gunakan menyulitkan siswa tidak?”

Jadilah seorang PENERBIT.

Kegiatan pembelajaran daring agar dapat terlaksana dengan baik dan menyenangkan, seorang guru perlu menjadi penerbit. Di sini, penerbit bukanlah perusahaan yang menerbitkan dan mencetak buku, melainkan memiliki arti tersendiri bagi seorang guru. PENERBIT merupakan sebuah singkatan dari Perencanaan, Nyusun, Efektif, Rekonstruksi, Berbagi Ilmu, dan Tanya jawab.

1. Perencanaan

Ketika ingin membuat sebuah media pembelajaran, seorang guru perlu menyusun sebuah perencanaan. Merencanakan dari menyusun pekan efektif, prota, promes, analisis KI KD, dan RPP, atau bisa disebut dengan perangkat pembelajaran. Menyusun perangkat pembelajaran untuk kegiatan belajar daring dan belajar secara luring itu berbeda. Jadi, guru harus memperkirakan akan menggunakan media apa yang akan disukai siswa dan tidak membuat siswa merasa kesulitan dalam mengoperasikan media pembelajaran.

2. Nyusun

Setelah melakukan perencanaan dan menentukan media yang akan digunakan, guru mulai menentukan dan menyusun materi apa saja yang perlu diajarkan, tulislah menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa,  tidak perlu menyusun materi terlalu banyak, tetapi susunlah materi sesimpel mungkin, karena siswa hanya belajar mandiri di rumah tentunya akan membuat siswa bosan dan terbebani jika memberi materi terlalu banyak. 

3. Efektif

Memperhatikan keefektifan media dengan bahan ajar. Memaksakan materi ajar dengan media tertentu itu tidak efektif, misalnya pada pelajaran bahasa Indonesia materi Pembacaan Puisi, tentunya jika hanya menggunakan media blog yang berupa tulisan saja akan sangat tidak efektif, karena pada materi ini, siswa dituntut untuk memahami berbagai ekspresi dan mimik dalam pembacaan puisi, sehingga harus menggunakan media ajar yang berupa video, misalnya dari youtube atau dari laman rumah belajar yang sudah disediakan pemerintah.  Jadi, memperhatikan keefektifan  antara media ajar dan bahan ajar itu perlu. 

4. Rekonstruksi

Setelah merencanakan, menyusun, dan memperhatikan keefektifan media ajar dan rancangan bahan ajar, guru mulai merekonstruksi materi agar menjadi media pembelajaran yang  baik dan mudah dipahami. Membangun dan menghubungkan materi dengan yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat juga perlu, hal ini dapat memicu daya pikir siswa yang kritis.

5. Berbagi Ilmu

Langkah berikutnya, membagikan bahan ajar dalam media pembelajaran. Berbagi ilmu di sini bukan sekadar membagikan materi saja, melainkan saling berdiskusi bersama. Membiarkan dan membebaskan siswa untuk kreatif dalam memahami bahan ajar.

6. Tanya jawab

Seusai kegiatan belajar bersama, dilanjutkan untuk tanya jawab. Membiarkan siswa untuk mengutarakan pendapatnya dan saling membenarkan pendapat masing-masing siswa, jika seandainya ada yang mengalami salah pemahaman dalam menangkap materi.

Nah, itulah beberapa kiat yang harus dipahami guru, bahwa guru bukanlah seorang loper koran, melainkan seorang penerbit yang siap mendapat timbal balik dari masyarakat, karena sejatinya teknologi memiliki peran penting dalam kegiatan belajar di rumah.

Tulisan ini diikutkan dalam lomba menulis PGRI

Mr.Z
Mr.Z Mencintai Sastra Sama Halnya Mencintai Kehidupan

1 komentar untuk "Guru Bukanlah Seorang Loper Koran"

  1. tulisannya bagus pak, buat aku yg calon guru insyaAllah jadi dapat gambaran nanti kalau misal udah ngajar nih jangan cuma ngasi materi ke siswa abistu udah lepas tangan aja lagi, terus juga selama sekolah daring nih kebukti emang hanya satu dua guru yg benar² mau menjelaskan materi dengan video yang lain hanya kasi materi tambah tugas udah jadi siswapun makin tambah malas belajar :(

    BalasHapus